1. Kondisi Alam
Riau adalah sebuah
provinsi di Indonesia yang terletak di bagian tengah pulau Sumatera. Provinsi
ini termasuk salah satu provinsi makmur di Indonesia, dengan gross regional
product per kapita sebesar USD 7.886 (2008). Luas wilayah provinsi Riau
adalah 87.023,66 km², yang membentang dari lereng Bukit Barisan hingga Selat
Malaka. Riau memiliki iklim tropis basah dengan
rata-rata curah hujan berkisar antara 2000-3000 milimeter per tahun, serta
rata-rata hujan per tahun sekitar 160 hari. Provinsi ini memiliki sumber daya
alam, baik kekayaan yang terkandung di perut bumi, berupa minyak bumi dan gas,
serta emas, maupun hasil hutan dan perkebunannya. Seiring dengan
diberlakukannya otonomi daerah, secara bertahap mulai diterapkan sistem bagi
hasil atau perimbangan keuangan antara pusat dengan daerah. Aturan baru ini
memberi batasan tegas mengenai kewajiban penanam modal, pemanfaatan sumber
daya, dan bagi hasil dengan lingkungan sekitar.
2.
Sosial Ekonomi
A. Kependudukan
Jumlah
penduduk provinsi Riau berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Riau
tahun 2010 sebesar 5.543.031 jiwa. Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah penduduk
terbanyak adalah Kota Pekanbaru dengan jumlah penduduk 903.902 jiwa, sedangkan
Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kabupaten Kepulauan Meranti yakni sebesar
176.371 jiwa.
Penduduk
provinsi Riau terdiri dari bermacam-macam suku bangsa. Mereka terdiri dari Jawa
(25,05%), Minangkabau (11,26%), Batak
(7,31%), Banjar
(3,78%), Tionghoa
(3,72%), dan Bugis (2,27%). Suku Melayu
merupakan masyarakat terbesar dengan komposisi 37,74% dari seluruh penduduk
Riau. Mereka umumnya berasal dari daerah pesisir di Rokan Hilir, Dumai,
Bengkalis, Kepulauan Meranti, hingga ke Pelalawan, Siak, Inderagiri Hulu dan
Inderagiri Hilir. Namun begitu, ada juga masyarakat asli bersuku rumpun
Minangkabau terutama yang berasal dari daerah Rokan Hulu, Kampar, Kuantan
Singingi, dan sebagian Inderagiri Hulu. Juga masyarakat Mandailing di Rokan
Hulu, yang lebih mengaku sebagai Melayu daripada sebagai Minangkabau ataupun
Batak.
Abad ke-19,
masyarakat Banjar dari Kalimantan Selatan dan Bugis
dari Sulawesi Selatan, juga mulai berdatangan ke
Riau. Mereka banyak bermukim di Kabupaten Indragiri Hilir khususnya Tembilahan.
Di bukanya perusahaan pertambangan minyak Caltex pada tahun 1940-an di Rumbai,
Pekanbaru, mendorong orang-orang dari seluruh Nusantara untuk mengadu
nasib di Riau.
Suku Jawa
dan Sunda pada umumnya banyak berada pada kawasan transmigran.
Sementara etnis Minangkabau umumnya menjadi pedagang
dan banyak bermukim pada kawasan perkotaan seperti Pekanbaru,
Bangkinang,
Duri, dan Dumai. Begitu juga orang
Tionghoa pada umumnya sama dengan etnis Minangkabau yaitu menjadi pedagang dan
bermukim pada kawasan perkotaan, serta banyak juga terdapat pada kawasan
pesisir timur seperti di Bagansiapiapi, Selatpanjang,
Pulau Rupat
dan Bengkalis.
Selain itu
di provinsi ini masih terdapat sekumpulan masyarakat asli yang tinggal di
pedalaman dan pinggir sungai, seperti Orang Sakai,
Suku Akit,
Suku Talang Mamak, dan Suku Laut.
B.
Perekonomian
a)
Pertanian dan Perkebunan
Perkebunan
yang berkembang adalah perkebunan karet dan perkebunan kelapa sawit,
baik itu yang dikelola oleh negara ataupun oleh rakyat. Selain
itu juga terdapat perkebunan jeruk dan kelapa. Untuk luas lahan perkebunan kelapa sawit saat ini
propinsi Riau telah memiliki lahan seluas 1.34 juta hektar. Selain itu telah
terdapat sekitar 116 pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) yang beroperasi
dengan produksi coconut palm oil (CPO) 3.386.800 ton per tahun.
b) Hutan dan Ikan
Pembangunan kehutanan pada
hakekatnya mencakup semua upaya memanfaatkan dan memantapkan fungsi sumber daya
alam hutan dan sumber daya alam hayati lain serta ekosistemnya, baik sebagai
pelindung dan penyangga kehidupan dan pelestarian keanekaragaman hayati maupun
sebagai sumber daya pembangunan. Namun dalam realitanya tiga fungsi utamanya
sudah hilang, yaitu fungsi ekonomi jangka panjang, fungsi lindung, dan estetika
sebagai dampak kebijakan pemerintah yang lalu. Hilangnya ketiga fungsi diatas
mengakibatkan semakin luasnya lahan kritis yang diakibatkan oleh pengusahaan
hutan yang mengabaikan aspek kelestarian. Efek selanjutnya adalah semakin
menurunnya produksi kayu hutan non HPH, sementara upaya reboisasi dan
penghijauan belum optimal dilaksanakan. Masalah lain yang sangat merugikan
tidak saja provinsi Riau pada khususnya tapi Indonesia pada umumnya, adalah
masalah ilegal logging yang menyebabkan berkurangnya kawasan hutan serta
masalah pengerukan pasir secara liar.
c)
Industri
Pada
provinsi ini terdapat beberapa perusahaan berskala internasional yang bergerak
di bidang minyak bumi dan gas serta pengolahan hasil hutan dan sawit. Selain
itu terdapat juga industri pengolahan kopra dan karet. Beberapa perusahaan
besar tersebut diantaranya Chevron Pacific Indonesia anak perusahaan Chevron Corporation, PT. Indah Kiat Pulp &
Paper Tbk di Perawang, dan PT. Riau Andalan Pulp & Paper di Pangkalan
Kerinci.
d)
Pertambangan
Hasil
pertambangan provinsi Riau adalah Minyak bumi,
Gas, dan Batu Bara.
e)
Transportasi
Provinsi
Riau merupakan satu-satunya propinsi yang mempunyai BUMD di bidang
transportasi udara yakni PT. Riau Air, yang bertujuan untuk melayani
daerah-daerah yang sulit dijangkau melalui jalan darat maupun laut. Riau Air
mengoperasikan Fokker-50 buatan Belanda sebanyak lima armada, dan tahun 2008 perusahaan ini
menambah dua armada lagi dengan jenis Avro-RJ 100.
f)
Keuangan & Perbankan
Untuk bidang
perbankkan di propinsi sangat berkembang pesat, ini ditandai banyaknya bank
swasta dan BPR, selain bank milik pemerintah daerah seperti Bank Riau
Kepri.
1.
Budaya Masyarakat
Upacara
Bakar Tongkang adalah wisata budaya unggulan Provinsi Riau dari Kabupaten Rokan Hilir (Rohil). Upacara Bakar
Tongkang telah menjadi wisata nasional bahkan internasional. Upacara Bakar
Tongkang adalah upacara tradisional masyarakat Tionghoa di Ibu Kota kabupaten Rokan
Hilir yakni Bagansiapiapi. Ritual Bakar Tongkang merupakan kisah
pelayaran masyarakat keturunan Tionghoa yang melarikan diri dari si penguasa
Siam di daratan Indo China pada abad ke-19. Di dalam kapal yang di pimpin Ang
Mie Kui, terdapat patung Dewa Kie Ong Ya dan lima dewa, dimana panglimanya
disebut Taisun Ong Ya. Patung -patung dewa ini mereka bawa dari tanah Tiongkok,
dan menurut keyakinan mereka bahwa dewa tersebut akan memberikan keselamatan
dalam pelayaran, hingga akhirnya mereka menetap di Bagansiapiapi. Untuk
menghormati dan mensyukuri kemakmuran dan keselamatan yang mereka peroleh dari
hasil laut sebagai mata pencaharian utama masyarakat Tionghoa Bagansiapiapi,
maka mereka membakar wangkang (tongkang) yang dilakukan setiap tahun. Sedangkan
prosesi sembahyang dilaksanakan pada tanggal 15 dan 16 bulan 5 tahun Imlek /
penanggalan China.
Objek Museum
Minyak dan Gas Bumi
1.
Sejarah Perkembangan Perminyakan di
Indonesia
Minyak
bumi mulai dikenal oleh bangsa Indonesia mulai abad pertengahan. Orang Aceh
menggunakan minyak bumi untuk menyalakan bola api saat memerangi armada Portugis.
Perkembangan migas secara modern di Indonesia dimulai saat dilakukan pengeboran
pertama pada tahun 1871, yaitu di desa Maja, Majalengka, Jawa Barat, oleh
pengusaha belanda bernama Jan Reerink. Akan tetapi hasilnya tidak sesuai dengan
yang diharapkandan akhirnya ditutup.
Penemuan
sumber minyak yang pertama di Indonesia terjadi pada tahun 1883 yaitu lapangan
minyak Telaga Tiga dan Telaga Said di dekat Pangkalan Brandan oleh seorang
Belanda bernama A.G. Zeijlker. Penemuan ini kemudian disusul oleh penemuan lain
yaitu di Pangkalan Brandan dan Telaga Tunggal. Penemuan lapangan Telaga Said
oleh Zeijlker menjadi modal pertama suatu perusahaan minyak yang kini dikenal
sebagai Shell. Pada waktu yang bersamaan, juga ditemukan lapangan
minyak Ledok di Cepu, Jawa Tengah, Minyak Hitam di dekat Muara Enim, Sumatera
Selatan, dan Riam Kiwa di daerah Sanga-Sanga, Kalimantan.
Menjelang
akhir abad ke 19 terdapat 18 prusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Pada
tahun 1902 didirikan perusahaan yang bernama Koninklijke Petroleum
Maatschappij yang kemudian dengan Shell Transport Trading Company
melebur menjadi satu bernama The Asiatic Petroleum Company atau Shell
Petroleum Company. Pada tahun 1907 berdirilah Shell Group yang
terdiri atas B.P.M., yaitu Bataafsche Petroleum Maatschappij dan Anglo
Saxon. Pada waktu itu di Jawa timur juga terdapat suatu perusahaan yaitu Dordtsche
Petroleum Maatschappij namun kemudian diambil alih oleh B.P.M.
Pada
tahun 1912, perusahaan minyak Amerika mulai masuk ke Indonesia. Pertama kali
dibentuk perusahaan N.V. Standard Vacuum Petroleum Maatschappij atau
disingkat SVPM. Perusahaan ini mempunyai cabang di Sumatera Selatan dengan nama
N.V.N.K.P.M (Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij) yang
sesudah perang kemerdekaan berubah menjadi P.T. Stanvac Indonesia. Perusahaan
ini menemukan lapangan Pendopo pada tahun 1921 yang merupakan lapangan terbesar
di Indonesia pada jaman itu.
Untuk
menandingi perusahaan Amerika, pemerintah Belanda mendirikan perusahaan
gabungan antara pemerintah dengan B.P.M. yaitu Nederlandsch Indische
Aardolie Maatschappij. Dalam perkembangan berikutnya setelah perang dunia
ke-2, perusahaan ini berubah menjadi P.T. Permindo dan pada tahun 1968 menjadi
P.T. Pertamina.
Pada
tahun 1920 masuk dua perusahaan Amerika baru yaitu Standard Oil of
California dan Texaco. Kemudian, pada tahun 1930 dua perusahaan
ini membentuk N.V.N.P.P.M (Nederlandsche Pasific Petroleum Mij) dan menjelma
menjadi P.T. Caltex Pasific Indonesia, sekarang P.T. Chevron Pasific Indonesia.
Perusahaan ini mengadakan eksplorasi besar-besaran di Sumatera bagian tengah
dan pada tahun 1940 menemukan lapangan Sebangga disusul pada tahun berikutnya
1941 menemukan lapangan Duri. Di daerah konsesi perusahaan ini, pada tahun 1944
tentara Jepang menemukan lapangan raksasa Minas yang kemudian dibor kembali
oleh Caltex pada tahun 1950.
Pada
tahun 1935 untuk mengeksplorasi minyak bumi di daerah Irian Jaya dibentuk
perusahaan gabungan antara B.P.M., N.P.P.M., dan N.K.P.M. yang bernama
N.N.G.P.M. (Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Mij) dengan hak
eksplorasi selama 25 tahun. Hasilnya pada tahun 1938 berhasil ditemukan
lapangan minyak Klamono dan disusul dengan lapangan Wasian, Mogoi, dan Sele.
Namun, karena hasilnya dianggap tidak berarti akhirnya diseraterimakan kepada
perusahaan SPCO dan kemudian diambil alih oleh Pertamina tahun 1965. Setelah
perang kemerdekaan di era revolusi fisik tahun 1945-1950 terjadi
pengambilalihan semua instalasi minyak oleh pemerintah Republik Indonesia. Pada
tahun 1945 didirikan P.T. Minyak Nasional Rakyat yang pada tahun 1954 menjadi
perusahaan Tambang Minyak Sumatera Utara. Pada tahun 1957 didirikan P.T.
Permina oleh Kolonel Ibnu Sutowo yang kemudian menjadi P.N. Permina pada tahun
1960. Pada tahun 1959, N.I.A.M. menjelma menjadi P.T. Permindo yang kemudian
pada tahun 1961 berubah lagi menjadi P.N. Pertamin. Pada waktu itu juga telah
berdiri di Jawa Tengah dan Jawa Timur P.T.M.R.I (Perusahaan Tambang Minyak
Republik Indonesia) yang menjadi P.N. Permigan dan setelah tahun1965 diambil
alih oleh P.N. Permina. Pada tahun 1961 sistem konsesi perusahaan asing
dihapuskan diganti dengan sistem kontrak karya. Tahun 1964 perusahaan SPCO
diserahkan kepada P.M. Permina. Tahun 1965 menjadi momen penting karena menjadi
sejarah baru dalam perkembangan industri perminyakan Indonesia dengan dibelinya
seluruh kekayaan B.P.M. – Shell Indonesia oleh P.N. Permina. Pada tahun itu
diterapkan kontrak bagi hasil (production sharing) yang menyatakan
bahwa seluruh wilayah Indonesia merupakan daerah konsesi P.N. Permina dan P.N.
Pertamin. Perusahaan asing hanya bisa bergerak sebagai kontraktor dengan hasil
produksi minyak dibagikan bukan lagi membayar royalty. Sejak tahun 1967
eksplorasi besar-besaran dilakukan baik di darat maupun di laut oleh P.N.
Pertamin dan P.N. Permina bersama dengan kontraktor asing. Tahun 1968 P.N.
Pertamin dan P.N. Permina digabung menjadi P.N. Pertamina dan menjadi
satu-satunya perusahaan minyak nasional. Di tahun 1969 ditemukan lapangan
minyak lepas pantai yang diberi nama lapangan Arjuna di dekat Pemanukan, Jabar.
Tidak lama setelah itu ditemukan lapangan minyak Jatibarang oleh Pertamina.
Kini perusahaan minyak kebanggaan kita ini tengah berbenah diri menuju
perusahaan bertaraf internasional.
2.
Proses Produksi Minyak dan Gas
a. Minyak dan Gas Bumi
Minyak
(petroleoum: petro=batu, leoum=minyak), merupakan campuran molekul
karbon dan hidrogen yang terbentuk dari sedimen sisa-sisa hewan dan
tumbuh-tumbuhan yang terperangkap selama jutaan tahun. Akibat kombinasi efek
temperatur dan tekanan di dalam kerak bumi maka terbentuklah
reservoir-reservoir minyak dan gas yang berada jauh di bawah permukaan tanah.
Minyak bumi sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, masyarakat Yunani kuno
dan Indian Amerika menggunakan minyak bumi untuk membakar kapal-kapal musuh dengan
menumpahkan minyak ke lautan dan menggunakan minyak mentah untuk mencegah air
merembes ke dalam perahu, dan juga sebagai campuran cat dan obat-obatan. Jika
semula minyak hanya digunakan untuk penerangan, pupuk, dan pelumas, sekarang
sudah tidak terhitung banyaknya kegunaan yang dapat diberikan oleh minyak.
Meningkatnya kebutuhan akan produk-produk minyak ini memacu metoda-metoda baru
dalam proses penyulingannya untuk meningkatkan jumlah bahan bakar minyak dan
produk lainnya dalam satu barel minyak.
b. Produksi Minyak dan Gas
Kegiatan
sektor minyak dan gas dapat dibagi menjadi kegiatan hulu (upstream) yang
meliputi eksplorasi dan eksploitasi serta kegiatan hilir (downstream) yang
meliputi pengolahan, penyulingan, pemasaran, dan distrubusi. Proses eksplorasi
dimulai dengan pencarian wilayah yang mengandung cadangan minyak dan gas.
Pemetaan geologi dan survey geofisika dan seismik dilakukan untuk mengetahui
daerah-daerah mana saja yang mempunyai kandungan minyak dan gas. Berdasarkan
letak sumber minyak dan gas bumi tersebut, kita mengenal 2 jenis pertambangan
minyak dan gas bumi yaitu di darat (on shore) dan di lepas pantai (off
shore). Setelah ditemukan daerah yang mempunyai cadangan minyak maka
dimulailah pemasangan fasilitas produksi dan pengeboran/drilling,
kemudian pengangkatan minyak, penyulingan, proses produksi dan distribusi.
Saat
ini negara yang mempunyai cadangan minyak terbesar di dunia adalah Arab Saudi
dengan cadangan minyak mencapai 265 milyar barrel. Sementara di Indonesia
diperkirakan mempunyai cadangan minyak sebesar 907,3 juta barrel dengan
produksi 1.5 juta barel per hari. Pengeboran sumur minyak pertama di Indonesia
dimulai tahun 1885 dengan perusahaan yang dibentuk untuk mengambil dan
mengolahnya adalah Royal Dutch atau Shell Group yang kemudian menjadi produsen
minyak utama di Indonesia hingga Perang Dunia II. Saat ini pun Shell masih
merupakan perusahaan dengan kapasitas penyulingan terbesar di dunia dengan
4.230.000 barrel per hari. Setelah masuknya Caltex dan Stanvac, ketiga perusahaan
ini menjadikan Indonesia negara penghasil minyak terbesar di Timur Jauh dengan
produksi 63 juta barel per tahun di tahun 1940.
Wewenang
pengaturan kegiatan hulu biasanya diberikan kepada perusahaan minyak milik
pemerintah seperti Petronas di Malaysia, Pamex di Meksiko, dan di Indonesia
diberikan kepada Pertamina (Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
Negara). Setelah kemerdekaan, Shell, Stanvac dan Caltex bekerjasama dengan
pihak Indonesia untuk mengatur eksplorasi dan eksploitasi minyak di Indonesia
yang lambat laun dilepaskan sepenuhnya kepada pihak Indonesia. Saat ini
perusahaan asing tersebut mempunyai kontrak Production Sharing dengan
pembagian rente ekonomi berdasarkan persentase yang besar untuk Pertamina.
Timbulnya
pemanasan global yang merupakan efek rumah kaca yang disebabkan oleh penggunaan
bahan bakar fosil menghasilkan kesepakatan antara negara-negara di dunia untuk
mengurangi tingkat emisi rumah kaca. Berdasarkan Protokol Tokyo tahun 1997 yang
merupakan kelanjutan dari kesepakatan bumi di Rio de Jeneiro, tingkat emisi
rata-rata di tahun 2008 harus 5% dibawah tingkat emisi tahun 1990. Akibatnya
penggunaan bahan bakar fosil akan berkurang dan tentu saja akan berdampak bagi
negara pengekspor minyak dan gas bumi seperti Indonesia. Apalagi sebagian besar
ekspor minyak dan gas kita di ekspor ke Jepang yang terikat Protokol Tokyo.
Tapi
hal ini tidak mempengaruhi investasi di sektor minyak dan gas, jika selama tiga
tahun terakhir tren investasi di sektor ini menunjukkan kecenderungan menurun,
maka di tahun 2003 ini diperkirakan akan naik sebesar 15%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar