Republik
Persatuan Myanmar, atau juga dikenal sebagai Birma adalah sebuah negara di Asia
Tenggara. Negara ini memiliki luas 680 ribu km², negara ini telah diperintah
oleh pemerintahan militer sejak kudeta tahun 1988. Sebagai negara berkembang,
Myanmar memiliki populasi lebih dari 50 juta jiwa. Sebelum dipindahkan oleh
pemerintahan junta militer ke Naypyidaw pada 7 November 2005, ibu kota negara
ini berada di Yangon. Myanmar memiliki beberapa kelompok etnis, yaitu Birma
yang notabennya adalah beragama Budha, Karen yang merupakan suku beragama Budha
dan Kristen, Kayah yang beragama Budha yang berkerabat dengan etnis Thai,
Arakan yang umumnya beragama Budha dan tinggal di perbukitan di Myanmar barat,
dan sebagainya.
Telah
terjadi gelombang demonstrasi besar pada tahun 1988 yang menentang pemerintahan
junta militer dan berakhir dengan tindak kekerasan yang dilakukan tentara
terhadap demonstran. Terdapat lebih dari 3000 korban yang terbunuh. Pada 18
Juni 1989, telah dilakukan perubahan nama oleh pemerintahan junta militer dari
Birma menjadi Myanmar. Alasan mengganti nama tersebut yaitu supaya etnis
non-Birma merasa menjadi bagian dari negara. Tetapi banyak negara-negara Eropa
seperti Inggris dan Irlandia yang tidak mengakui legitimasi kekuasaan junta
militer. Pemerintah junta juga mengubah nama Rangoon menjadi Yangon. Meski
terkenal akan pelanggaran HAM, Myanmar justru memiliki sejarah protes massa
yang cukup panjang. Sehingga pada tahun 1988, gelombang protes massa Myanmar
ini melibatkan pelajar, pejabat sipil, pekerja hingga para biksu Budha. Pada
beberapa bulan terakhir, protes kecil dan damai terus berlanjut di ibukota
Yangon. Gerakan protes ini bukan sekadar terjadi dari sepihak saja, melainkan
pemerintah Myanmar juga harus menyikapi dengan Union Solidarity and Development
Association (USDA). Organisasi propemerintah ini tercatat dan ikut terlibat
dalam upaya pembunuhan Suu Kyi pada tahun 2003. USDA berfungsi menyaingi
kelompok pelajar dan biksu Budha yang vokal dalam aksi protes.
Pada
gelombang protes tahun 2007, para biksu awalnya menolak sumbangan makanan dari
para jendral penguasa dari keluarganya, penolakan ini menjadi simbol bahwa para
biksu tidak lagi mau merestui kelakuan para penguasa militer Myanmar. Banyak
biksu ditahan, disiksa, dan meninggal dunia pada aksi demo ini. Akar
permasalahan terjadinya perang, sebagaimana terjadi di banyak negara, di antara
tiga etnis utama di Myanmar. Satu sama lain saling memperebutkan kekuasaan
sebelum kedatangan Inggris pada tahun 1885. Adapun etnis lain di Myanmar yang
turut meramaikan ketegangan politik sebelum penjajahan dan pasca penjajahan
Inggris. Setelah penjajahan berakhir dan merdeka pada 4 Januari 1948, semakin
terjadi kontak lebih ramah antara etnis Birma dan semua etnis non Birma.
Cikal
bakal junta militer berasal dari kekuasaan Ne win. Sehingga muncullah
perlawanan dari beberapa etnis non Birma, termasuk etnis Karen yang mendominasi
wilayah pegunungan di utara, yaitu golden triangle (segitiga emas). Banyak
warga Myanmar yang tinggal di Thailand, Bangladesh, China, Laos, dan India. Kemiskinan
juga menjadi salah satu faktor menyebab kemarahan dengan mudah karena
sensitivitas dalam segala hal selalu terjadi. Malah sebenarnya lebih ada
kemungkinan pengaruh perbedaan etnis yang menjadi sumbu konflik dibanding
kemungkinan pengaruh agama. Myanmar adalah negara dengan tingkat kemajemukan
etnis yang amat tinggi.
Selain
terjadinya gelombang protes, pemerintah Myanmar menolak upaya beberapa kalangan
untuk mempolitisasi dan menginternasionalisasi situasi di wilayah Rakhine
sebagai isu agama. Pemerintah Myanmar telah melakukan pengendalian maksimal
untuk memulihkan hukum dan ketertiban di tempat-tempat tertentu di wilayah
Rakhine. Myanmar sangat menolak tuduhan yang dibuat oleh beberapa kalangan
bahwa kekerasan dan penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh pihak yang
berwenang dalam menangani situasi kerusuhan di wilayah tersebut. Myanmar
merupakan negara multi agama di mana Budha, Kristen, Muslim, dan Hindu hidup
bersama dalam damai dan harmoni selama berabad-abad. Oleh karena itu, insiden
yang terjadi di Rakhine itu bukan karena penindasan agama atau diskriminasi.
Pada
11 Juni, Preiden U Thein Sein menyampaikan pernyataannya yang menghimbau
masyarakat Myanmar untuk bekerja sama dengan pemerintah dan meminta kepada
semua untuk mewujudkan setiap aspek situasi dengan kemurahan hati. Pemerintah
Republik Myanmar sedang membangun bangsa yang damai, modern, dan maju, serta
menetapkan prioritas untuk memastikan perdamaian, stabilitas, dan aturan hukum.
Terdapat insiden yang mempengaruhi perdamaian dan keamanan yang terjadi di
wilayah Rakhine yakni dengan adanya pemerkosaan, perampokkan, dan pembunuhan.
Pada kasus tersebut, terdapat korban yang merupakan perempuan Budha Rakhine dan
seorang laki-laki Muslim. Setelah itu terjadi berbagai kerusuhan yang
menyebabkan rumah, masjid, biara, dan sekolahan terbakar.
Pemerintah
segera memulihkan stabilitas di tempat-tempat kerusuhan terjadi sejak awal
tindak kekerasan di wilayah Rakhine. Dalam meninjau insiden di Rakhine,
ditemukan bahwa pelanggaran hukum tersebar karena ketidakpercayaan dan
perbedaan agama yang telah menciptakan kebencian dan balas dendam terhadap satu
sama lain. Myanmar adalah negara multi ras dan multi agama di mana orang dengan
keyakinan yang berbeda hidup bersama dalam damai dan harmoni. Pemerintah
mengambil tindakan hukum terhadap pelaku perbuatan kriminal.
Jumlah
penduduk di Myanmar terdapat 42,7 juta jiwa. Jumlah umat Muslim di Burma mendekati
angka 7 juta jiwa. Mereka kebanyakan datang dari India pada masa kolonial
Inggris di Myanmar. Gerakan antikolonialisasi di Burma berusaha menyingkirkan
orang-orang dari etnis India itu, termasuk mereka yang memeluk agama Islam.
Bahkan, umat Muslim di Burma sering sekali menjadi korban diskriminasi. Umat
Islam yang tidak mengganti agamanya tak akan bisa mendapatkan akses untuk
menjadi tentara ataupun pegawai negeri. Tak hanya itu, istri mereka pun harus
berpindah agama jika ingin mendapat pekerjaan. Pada tahun 2005, pemerintah
memaksa seorang guru Muslim menutup sekolah swastanya meskipun sekolah itu
hanya mengajarkan kurikulum standar, seperti halnya sekolah negeri, pemerintah
tetap menutup sekolah itu. Sekolah swasta itu diisukan telah mengajak muridnya
untuk masuk Islam dengan catatan biaya sekolah tersebut digratiskan. Pemerintah
juga menangkap ulama Muslim di Kota Dangon Selatan hanya karena membuka kursus
Al-Qur’an bagi anak-anak Muslim di rumahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar