Minggu, 27 April 2014

ASPEK SOSIAL NEGARA MYANMAR



   
         Myanmar merupakan negara republik dengan kepala Negara seorang presiden, sedangkan kepala pemerintahan seorang perdana menteri. Myanmar merdeka pada 4 Januari 1948. Negara ini memiliki tujuh negara bagian dan tujuh divisi. Bahasa resmi penduduk Myanmar adalah bahasa Myanmar, sedangkan bahasa lainnya adalah bahasa Inggris. Myanmar merupakan negara yang cukup tinggi tingkat penghasilannya. Pendapatan perkapita nasionalnya mencapai sekitar US $ 750. Hasil pertanian di Myanmar adalah beras, gula pasir, jagung, dan kacang-kacangan. Sumber penghasilan lain dari sumber daya alam adalah minyak bumi, tembaga, perak, kaleng, dan batu-batuan.
Republik Persatuan Myanmar, atau juga dikenal sebagai Birma adalah sebuah negara di Asia Tenggara. Negara ini memiliki luas 680 ribu km², negara ini telah diperintah oleh pemerintahan militer sejak kudeta tahun 1988. Sebagai negara berkembang, Myanmar memiliki populasi lebih dari 50 juta jiwa. Sebelum dipindahkan oleh pemerintahan junta militer ke Naypyidaw pada 7 November 2005, ibu kota negara ini berada di Yangon. Myanmar memiliki beberapa kelompok etnis, yaitu Birma yang notabennya adalah beragama Budha, Karen yang merupakan suku beragama Budha dan Kristen, Kayah yang beragama Budha yang berkerabat dengan etnis Thai, Arakan yang umumnya beragama Budha dan tinggal di perbukitan di Myanmar barat, dan sebagainya.
Telah terjadi gelombang demonstrasi besar pada tahun 1988 yang menentang pemerintahan junta militer dan berakhir dengan tindak kekerasan yang dilakukan tentara terhadap demonstran. Terdapat lebih dari 3000 korban yang terbunuh. Pada 18 Juni 1989, telah dilakukan perubahan nama oleh pemerintahan junta militer dari Birma menjadi Myanmar. Alasan mengganti nama tersebut yaitu supaya etnis non-Birma merasa menjadi bagian dari negara. Tetapi banyak negara-negara Eropa seperti Inggris dan Irlandia yang tidak mengakui legitimasi kekuasaan junta militer. Pemerintah junta juga mengubah nama Rangoon menjadi Yangon. Meski terkenal akan pelanggaran HAM, Myanmar justru memiliki sejarah protes massa yang cukup panjang. Sehingga pada tahun 1988, gelombang protes massa Myanmar ini melibatkan pelajar, pejabat sipil, pekerja hingga para biksu Budha. Pada beberapa bulan terakhir, protes kecil dan damai terus berlanjut di ibukota Yangon. Gerakan protes ini bukan sekadar terjadi dari sepihak saja, melainkan pemerintah Myanmar juga harus menyikapi dengan Union Solidarity and Development Association (USDA). Organisasi propemerintah ini tercatat dan ikut terlibat dalam upaya pembunuhan Suu Kyi pada tahun 2003. USDA berfungsi menyaingi kelompok pelajar dan biksu Budha yang vokal dalam aksi protes.
Pada gelombang protes tahun 2007, para biksu awalnya menolak sumbangan makanan dari para jendral penguasa dari keluarganya, penolakan ini menjadi simbol bahwa para biksu tidak lagi mau merestui kelakuan para penguasa militer Myanmar. Banyak biksu ditahan, disiksa, dan meninggal dunia pada aksi demo ini. Akar permasalahan terjadinya perang, sebagaimana terjadi di banyak negara, di antara tiga etnis utama di Myanmar. Satu sama lain saling memperebutkan kekuasaan sebelum kedatangan Inggris pada tahun 1885. Adapun etnis lain di Myanmar yang turut meramaikan ketegangan politik sebelum penjajahan dan pasca penjajahan Inggris. Setelah penjajahan berakhir dan merdeka pada 4 Januari 1948, semakin terjadi kontak lebih ramah antara etnis Birma dan semua etnis non Birma.
Cikal bakal junta militer berasal dari kekuasaan Ne win. Sehingga muncullah perlawanan dari beberapa etnis non Birma, termasuk etnis Karen yang mendominasi wilayah pegunungan di utara, yaitu golden triangle (segitiga emas). Banyak warga Myanmar yang tinggal di Thailand, Bangladesh, China, Laos, dan India. Kemiskinan juga menjadi salah satu faktor menyebab kemarahan dengan mudah karena sensitivitas dalam segala hal selalu terjadi. Malah sebenarnya lebih ada kemungkinan pengaruh perbedaan etnis yang menjadi sumbu konflik dibanding kemungkinan pengaruh agama. Myanmar adalah negara dengan tingkat kemajemukan etnis yang amat tinggi.
Selain terjadinya gelombang protes, pemerintah Myanmar menolak upaya beberapa kalangan untuk mempolitisasi dan menginternasionalisasi situasi di wilayah Rakhine sebagai isu agama. Pemerintah Myanmar telah melakukan pengendalian maksimal untuk memulihkan hukum dan ketertiban di tempat-tempat tertentu di wilayah Rakhine. Myanmar sangat menolak tuduhan yang dibuat oleh beberapa kalangan bahwa kekerasan dan penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh pihak yang berwenang dalam menangani situasi kerusuhan di wilayah tersebut. Myanmar merupakan negara multi agama di mana Budha, Kristen, Muslim, dan Hindu hidup bersama dalam damai dan harmoni selama berabad-abad. Oleh karena itu, insiden yang terjadi di Rakhine itu bukan karena penindasan agama atau diskriminasi.
Pada 11 Juni, Preiden U Thein Sein menyampaikan pernyataannya yang menghimbau masyarakat Myanmar untuk bekerja sama dengan pemerintah dan meminta kepada semua untuk mewujudkan setiap aspek situasi dengan kemurahan hati. Pemerintah Republik Myanmar sedang membangun bangsa yang damai, modern, dan maju, serta menetapkan prioritas untuk memastikan perdamaian, stabilitas, dan aturan hukum. Terdapat insiden yang mempengaruhi perdamaian dan keamanan yang terjadi di wilayah Rakhine yakni dengan adanya pemerkosaan, perampokkan, dan pembunuhan. Pada kasus tersebut, terdapat korban yang merupakan perempuan Budha Rakhine dan seorang laki-laki Muslim. Setelah itu terjadi berbagai kerusuhan yang menyebabkan rumah, masjid, biara, dan sekolahan terbakar.
Pemerintah segera memulihkan stabilitas di tempat-tempat kerusuhan terjadi sejak awal tindak kekerasan di wilayah Rakhine. Dalam meninjau insiden di Rakhine, ditemukan bahwa pelanggaran hukum tersebar karena ketidakpercayaan dan perbedaan agama yang telah menciptakan kebencian dan balas dendam terhadap satu sama lain. Myanmar adalah negara multi ras dan multi agama di mana orang dengan keyakinan yang berbeda hidup bersama dalam damai dan harmoni. Pemerintah mengambil tindakan hukum terhadap pelaku perbuatan kriminal.
Jumlah penduduk di Myanmar terdapat 42,7 juta jiwa. Jumlah umat Muslim di Burma mendekati angka 7 juta jiwa. Mereka kebanyakan datang dari India pada masa kolonial Inggris di Myanmar. Gerakan antikolonialisasi di Burma berusaha menyingkirkan orang-orang dari etnis India itu, termasuk mereka yang memeluk agama Islam. Bahkan, umat Muslim di Burma sering sekali menjadi korban diskriminasi. Umat Islam yang tidak mengganti agamanya tak akan bisa mendapatkan akses untuk menjadi tentara ataupun pegawai negeri. Tak hanya itu, istri mereka pun harus berpindah agama jika ingin mendapat pekerjaan. Pada tahun 2005, pemerintah memaksa seorang guru Muslim menutup sekolah swastanya meskipun sekolah itu hanya mengajarkan kurikulum standar, seperti halnya sekolah negeri, pemerintah tetap menutup sekolah itu. Sekolah swasta itu diisukan telah mengajak muridnya untuk masuk Islam dengan catatan biaya sekolah tersebut digratiskan. Pemerintah juga menangkap ulama Muslim di Kota Dangon Selatan hanya karena membuka kursus Al-Qur’an bagi anak-anak Muslim di rumahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar